Skip to content

EGP

December 8, 2012

cartooncamel_free-kids-coloring-pages-66

Pada jaman dahulu..

[ “Sejarah ya, Mas?” ]

< “Bukan. Dongeng.” >

[ “Oohh..” ]

Secara geografis..

[ “Lho kok lain, Mas?” ]

< “Kamu sih, ganggu aja. Makanya, diem dulu..” >

Wayang.

Kekayaan budaya Indonesia yang mengadopsi dari literatur India ini (dengan beberapa modifikasi di sana-sini seperti tambahan para Punakawan dalam versi Indonesia) mempunyai banyak cerita. Salah satu cabang utamanya adalah ‘Ramayana’.

Salah satu tokoh dalam kisah itu adalah Rahwana, raja berwajah raksasa nan sakti mandraguna tetapi penuh angkara dari negeri Alengka (Sanskerta: Lanka)——wilayah yang kemudian kita kenal sebagai Ceylon dan sekarang Srilanka, yang secara geografis terletak di tenggara atau selatan India.

Dalam sejarah perkembangannya, Srilanka——yang notabene berupa pulau itu, sempat disebut orang dengan beragam nama seperti Sinhala-diva (sinhala=singa, diva=pulau/negeri), Silandiva dan Seren-diva——yang kemudian oleh pelaut/pedagang Arab diucapkan sebagai Sarandib.

[ “Iya kan, Mas? Sejaraah..” ]

< “Mbuhh!” >

Dalam bahasa Parsi——bahasa yang digunakan di Persia (sekarang Iran), Sarandib dikenal dengan nama Serendib atau Serendip.

Cerita berikut diangkat dari hikayat Persia, tentang tiga ksatria (pangeran) dari negeri Serendip.

*****

Syahdan, pada jaman dahulu kala, di sebuah negeri yang bernama Serendip, tersebutlah seorang raja agung yang arif bijaksana. Beliau memiliki tiga orang putra yang sangat dikasihinya.

Sebagai seorang ayah yang baik, beliau sangatlah memikirkan pengajaran dan hari esok anak-anaknya tersebut. Untuk itu, dipanggilah orang-orang terbaik dari seluruh penjuru negeri, untuk mengajarkan segala apa yang mereka miliki, kepada ketiga putra tercinta.

Setelah beberapa waktu, diujinyalah ketiga putranya itu, seorang demi seorang. Dan betapa sukacita hati sang baginda, ketika mendapati bahwa ketiga putranya ternyata tidak hanya terampil, tetapi juga pandai serta baik budi pekertinya.

Akan tetapi sebagai seorang raja yang bijaksana, baginda mafhum bahwa menjadi pandai saja tidaklah cukup bagi ketiga putranya itu. Mereka juga harus arif——harus bijak, karena pada saatnya nanti, kepada merekalah semua tugas dan tanggung jawab kekuasaannya yang besar itu akan ia limpahkan.

Raja merasa bahwa selama ini kehidupan ketiga pangeran, betapapun, terlalu mudah. Hidup sebagai putra raja, dalam lingkungan istana. “Ah, siapa pula yang berani menentang mereka?, Atau menghukum mereka, saat mereka salah?”, desah baginda dalam hatinya. Sejak mereka dilahirkan, tanpa pernah harus mencari sendiri, segalanya sudah tersedia——bahkan untuk guru-guru dan ilmu-ilmu terbaik.

Dan baginda tahu, meski bisa menjadi ‘pandai’, sulitlah bagi mereka untuk menjadi ‘bijak’, jika tak pernah merasai beratnya berjuang——mengatasi kesulitan. Jika mereka terus-menerus hanya melakukan, tapi tak pernah benar-benar berusaha mencari jawaban, karena memang tak pernah mengenali sendiri persoalan.

Maka, dengan berpura-pura kecewa atas hasil pengujian yang dilakukannya, dengan berpura-pura murka, diusirnyalah ketiga putra tercintanya tersebut (betapapun sesungguhnya hal itu membuat hati sang baginda masygul), pergi meninggalkan negeri kelahiran mereka, berjalan jauh tak pasti tujuan, menghampiri batas cakrawala yang tegar menghindar.

Tersebutlah, sesampainya di sebuah jalan di negeri tetangga, secara tak sengaja ketiga pangeran berhasil menggambarkan keberadaan seekor unta——milik seseorang yang sama sekali belum mereka kenal.

Mereka menyimpulkan bahwa di jalan yang sedang mereka lalui itu, tak lama sebelumnya, telah lewat seekor unta yang pincang, buta sebelah matanya, tanggal satu giginya, ditunggangi seorang wanita hamil, serta mengangkut madu di satu sisi dan mentega di sisi lainnya.

Tak lama kemudian bertemulah ketiganya dengan seseorang, dan diceritakanlah hasil pengamatan yang mereka lakukan kepada si orang tak dikenal yang ternyata adalah seorang saudagar tersebut. Orang itu (yang sama sekali tidak menyadari bahwa yang dihadapinya adalah para pangeran) marah, dan menuduh ketiganya telah mencuri untanya yang hilang, yang ciri-cirinya persis sama dengan apa yang disampaikan oleh ketiganya. Tentu saja mereka membantahnya. Jangankan mencuri, melihat unta sang saudagar pun mereka belum pernah. Mereka hanya menduga, kata ketiganya. Maka untuk menyelesaikan perkara itu, menghadaplah keempatnya kepada raja penguasa negeri tersebut.

Di ruang singgasana, sang raja bertanya, bagaimana mereka bisa secara tepat mengetahui ciri-ciri unta si saudagar, jika sama sekali belum pernah melihatnya. Dan dari jawaban ketiga pemuda tersebut, baginda mendapati bahwa ketiganya menggunakan ‘hal-hal kecil’ yang mereka temui, untuk ‘melihat’ sang unta.

Rumput hanya dimakan di satu sisi jalan——di sisi jalan yang rumputnya justru kurang hijau, jadi mereka menyimpulkan bahwa unta tersebut tidak dapat melihat pada sisi yang satunya lagi.

Karena menemukan gumpalan-gumpalan rumput yang sudah dikunyah yang besarnya kira-kira sama dengan gigi unta di jalan yang mereka lalui, mereka menyimpulkan bahwa gumpalan rumput tersebut memuncrat keluar dari mulut unta melalui sela giginya yang tanggal, saat ia mengunyah.

Bahwa unta tersebut mengangkut madu di satu sisi dan mentega di sisi lain jelas terlihat dari semut yang mendatangi tetesan mentega yang meleleh di satu sisi dan lalat yang mengerubungi tumpahan madu di sisi lainnya.

Jejak yang ada menunjukkan adanya tiga kaki——dengan satu kaki lagi yang seperti diseret, maka mereka menyimpulkan bahwa unta tersebut pincang.

Tentang penunggang wanita, salah seorang pangeran berkata bahwa di dekat jejak yang menunjukkan unta tersebut berlutut, ia melihat——meski agak samar, satu jejak kaki manusia. Karena mendapati di dekatnya ada bekas orang buang air kecil, maka dibasahinya jarinya. Dan dari bau yang tercium, yang segera membuatnya merasa bergairah, ia menyimpulkan bahwa jejak kaki yang dilihatnya itu adalah milik seorang wanita.

Seorang pangeran yang lain menambahkan, bahwa ia memperhatikan adanya dua bekas telapak tangan di tempat wanita tersebut melepas hajat kecilnya. Dan itu menunjukkan bahwa wanita tersebut, karena hamilnya, telah menggunakan kedua tangannya untuk menopang tubuhnya sendiri, saat melepas hajat.

Saat itulah masuk seorang pengembara yang mengaku menemukan unta yang berjalan tak tentu arah——yang setelah diperiksa ternyata adalah unta sang saudagar.

Karena mendapati bahwa ketiga pemuda tersebut terbukti tidak mencuri dan sangat kagum dengan kearifan mereka, sang raja lalu memberikan ketiganya banyak hadiah dan mengangkat mereka menjadi penasihat istana.

*****

[ “Tamat ya, Mas?” ]

< “He-eh..” >

Kisah tentang Tiga Pangeran dari Negeri Serendip itu sebe-
narnya mempunyai banyak cerita (seperti serial Abunawas dan Nasruddin Hoya——atau jika mengambil contoh lokal, si Kabayan). Jadi cerita tentang unta di atas hanyalah merupakan satu dari banyak cerita lainnya. Meskipun mungkin ada bagian yang terasa konyol atau bahkan terlalu mengada-ada..

[ “Eh, tapi bener, lho! Mosok bagian yang mbasahi jari itu bener-bener mbikin aku bergairah, ik!” ]

< “Karepmu.” >

Apapun, dari cerita itulah lahir kata serendipity. Sebuah kata dalam bahasa Inggris yang sulit sekali dicari padanannya dalam bahasa lain. Pengertiannya kurang lebih adalah: suatu..

kecenderungan untuk menemukan berbagai hal secara kebetulan, ketika sedang mencari suatu hal lain yang tidak ada kaitannya

Kalau kita urai karakteristiknya:

– dalam keadaan sedang mencari sesuatu
– menemukan hal-hal lain secara tidak sengaja

Satu karakteristik tersirat yang tidak boleh dilupakan adalah: ‘kemampuan’ untuk menghubungkan hal-hal kecil yang tampak tidak penting (sepele), menjadi suatu pemahaman yang memiliki makna——menjadi sebuah ‘penemuan yang kebetulan’.

[ “Oya, nama pangerannya siapa, Mas? Lupa, ya?” ]

< “Inget kok. Inisial mereka EGP: Emang, Gue, Pikirin.” >

*****

————————————

Sumber gambar: familyfuncartoons (cartoon camel)

From → Uncategorized

8 Comments
  1. gundala putra bapaknya permalink

    t’buko sudah menjadi bagian berharga bagi cerita kehidupan.dia adalah keluarga bagi penghuninya (maksute opo kwi??) .t’buko bukan suatu tempat,t’buko adalah keluarga (iki meneh opo jal..)

  2. Trims om Gun. Eh tp ni komen ndak gak salah kamar? Soale bunyinya kaya untuk posting ‘Profil’ gitu… 🙂

    • gundala putra bapaknya permalink

      wah.iya ni om mimin..payah ni..kok bisa nempel sini ya..,pdhl td comment di profil lhoh..,salah pencet saya mgkin om min..

      • Gpp paman Gundala. Aku juga salah pncet, harusnya reply om Gun, tp mlah bkin komen baru.. Msh kikuk ki, maklum dr desa…

  3. Ada cerita lain ttg alengka, yg di kemudian hari dikenal sebagai srilanka, yg memuja raja mereka rahwana sebagai raja yg bijak bestari. Itulah mengapa epos ramayana sangat tidak populer di srilanka. Fenomena yg mirip terjadi di banyuwangi, dulu dikenal sebagai blambangan dengan rajanya Menak Jinggo. Di banyuwangi Menak Jinggo dikenal sebagai Bhre Wirabumi, seorang raja yg dicintai rakyatnya.

    • Trims MG, inputnya. Trims jg udh trmasuk satu dr sdikit sekali orang yg prnah bahas istilah nyentrik ini dulu (gara2 novel yg opa baca). Kl gak slah inget yg ma MG aku smpet 2x bhas. Ni iseng ja tak bikin bhs jadul abis, sambil dijejel2in sana-sini. Ok MG, ditunggu comment brikutnya (kl gak kburu bosen ma blog yg fokusnya mgkn sgt gak jlas iki) 🙂

  4. Wuih..
    Sangar tenan ik. Saya jadi ingat film Serendipity yang pernah membuat saya ngowoh dan berharap menemukan keromantisan di dalamnya – suatu hari bertahun-tahun yang lalu.
    Mas, tulisanmu itu seru lho. Ringan tapi dalam. Ayo, kapan mau dibukukan?
    *tantangan dari orang yang tulisannya biasa saja tapi kewanen untuk membukukan tulisannya*

    • [Maaf baru bales, dari smalem net & telp eror terus]
      ….. (masih nyari emoticon yang jingkrak-jingkrak karena girang nih, soale smpet ngira kalo sama yang model gini Si Mbak nggak berkenan). Trims Mbak Dian, yang (sama opa Bram) udah nggak bosen kasih training t’Buko waktu masih di Kedai Benteng…

Leave a reply to tbuko Cancel reply